Selasa, 23 Oktober 2012

Peristiwa Penting Dalam Sejarah Ke Kristenan

  1. ROMA TERBAKAR (TAHUN 64)
Tanpa kekaisaran Romawi, kekristenan mustahil berkembang dengan sukses. Kekaisaran itu dapat dikatakan sebagai bom waktu yang menanti pemicuan iman Kristen.
 Unsur-unsur pemersatu kekaisaran itu membantu penyebaran berita Injil: jalan raya yang dibangun orang Romawi membuat perjalanan dari satu tempat ke tempat lain lebih mudah; di seluruh kekaisaran orang-orang dapat berkomunikasi dalam bahasa Yunani dan pasukan Romawi yang tangguh itu menjaga kedamaian. Sebagai akibat mobilitas yang meningkat, kelompok-kelompok pengrajin pun bermigrasi mencari pemukiman sementara di kota-kota besar Roma, Korintus, Athena atau Alexandria – kemudian berlanjut ke kota-kota lainnya.
 Kekristenan memasuki iklim yang terbuka secara religius. Dalam gerakan “zaman baru” itu, banyak orang mulai menganut agama-agama Timur – seperti menyembah Isis (dewi alam), Dionisus (dewa anggur), Mithras (dewa cahaya), Kibele (dewi alam) dan sebagainya. Para pemuja mencari keyakinan baru, namun beberapa agama tersebut dilarang, karena dicurigai melakukan upacara-upacara penghinaan. Keyakinan lain secara resmi diakui, seperti Yudaisme, yang dilindungi sejak zaman Julius Caesar, meskipun monoteismenya dan penyataan alkitabiahnya telah memisahkannya dari cara pemujaan lain.
 Melihat kesempatan baik ini, para pekabar Injil mulai menelusuri seantero kekaisaran. Di sinagoge (rumah ibadah) orang Yahudi, di tempat-tempat penampungan para pengrajin, di pondok-pondok kumuh, mereka menyebarkan berita Injil dan memenangkan jiwa-jiwa baru. Tidak lama kemudian berdirilah gereja di kota-kota besar, termasuk ibu kota kekaisaran.
            Kota Roma, pusat kekaisaran, menarik orang-orang seperti magnet. Paulus sendiri pernah menginginkan kunjungan ke kota tersebut (Roma 1:10-12) dan pada akhir suratnya kepada jemaat di Roma , ia sudah mengenal banyak orang Kristen di sana (Roma 16:13-15). Mungkin ia pernah bertemu mereka dalam perjalanannya.
            Ketika Paulus tiba di Roma , ia dalam keadaan dirantai. Kisah Para Rasul pada bagian penutupannya menyatakan bahwa akhirnya Paulus mendapat kelonggaran untuk menjadi tahanan rumah di sebuah rumah sewaan, Di sana ia dapat menerima tamu dan mengajar mereka.
            Menurut tradisi, Petruspun pernah bergabung dengan Gereja Roma. Meskipun kita tidak mempunyai kurun waktu yang pasti, namun kita dapat menduga bahwa dengan pimpinan kedua tokoh ini, jemaat tersebut bertumbuh kuta, termasuk para bangsawan dan prajurit serta para pengrajin dan pelayan.
 Selama tiga dekade, para pejabat Romawi beranggapan bahwa Kekristenan adalah cabang agama Yahudi – agama yang sah – dan tidak bermaksud membuat “sekte” baru agama Yahudi. Namun banyak orang Yahudi yang tersinggung karena kepercayaan baru ini mulai menyerangnya. Ini juga merupakan ancaman bagi Roma. Kelalaian Roma atas keadaan tersebut ditunjukkan oleh laporan sejarawan Tacitus. Dari salah satu rumah petak di Roma , ia melaporkan adanya gangguan di kalangan orang-orang Yahudi karena “chrestus”. Tacitus mengkin salah dengar; orang-orang mungkin memperdebatkan tentang Christos, yang adalah Kristus.
 Menjelang tahun 64 Masehi, beberapa pejabat Romawi mulai sadar bahwa kekristenan sama sekali berbeda dengan Agama Yahudi. Orang-orang Yahudi menolak orang-orang Kristen dan lebih banyak melihat kekristenan sebagai agama yang tidak sah. Jauh sebelum kebakaran kota Roma, masyarakat telah mulai memusuhi keyakinan yang masih muda ini. Meskipun sifat orang Romawi ingin menerima dewa-dewa baru, namun kekristenan tidak mau mengakui kepercayaan-kepercayaan lain. Karena kekristenan menentang politeisme kekaisaran Romawi yang telah berakar, maka kekaisaran itupun mulai membalas.
 Pada tanggal 19 Juli, kebakaran berkobar di sebuah sektor kumuh di Roma, Selama tujuh hari api yang tak kunjung padam itu memusnahkan perumahan yang padat. Sepuluh dari empat belas blok perumahan musnah dan banyak penduduk yang tewas.
 Menurut legenda, Kaisar Nero sedang bermain biola ketika Roma terbakar. Banyak orang sezamannya menduga bahwa dialah yang bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Ketika kota itu dibangun kembali dengan dana dari masyarakat, Nero mengambil sebidang tanah yang cukup luas untuk membangun Istana Emasnya. Kebakaran itu merupakan jalan pintas bagi pembaruan perkotaan.
            mengelakkan tuduhan atas dirinya, Kaisar itu mengkambinghitamkan orang-orang Kristen. Ia menuduh bahwa merekalah yang memicu kebakaran tersebut. Akibatnya Nero bersumpah untuk memburu dan membunuh mereka.
            Gelombang pertama penganiayaan orang Romawi terhadap orang Kristen dimulai tidak lama setelah kebakaran itu dan berakhir sampai tahun kematian Nero, tahun 68. Dengan haus darah dan biadab, orang-orang Kristen disalibkan dan dibakar. Jasad-jasad mereka berjejer di jalan-jalan Roma, disediakan bagi pencahayaaan obor. Orang-orang Kristen lainnya dikenakan pakaian hewan dan dimasukkan ke dalam kandang untuk dicabik-cabik anjing-anjing. Menurut cerita, Petrus dan Paulus menjadi martir akibat penyiksaan Nero. Paulus dipenggal kepalanya sedangkan Petrus disalibkan terbalik.
 Penganiayaan berlangsung secara sporadis, dan tetap terlokalisasi. Seorang kaisar mungkin telah memicunya dan berlanjut selama lebih kurang sepuluh tahun. Namun, masa damai akan menyusul sampai ada seorang gubernur yang memulai penganiayaan terhadap orang Kristen di wilayahnya – tentu dengan restu dari Roma. Hal semacam ini berlangsung dua setengah abad lamanya.
Tertullianus, seorang penulis Kristen abad kedua pernah berkata, “Darah para martir adalah benih Gereja.”  Anehnya, setiap kali penganiayaan merebak, orang Kristen yang menjadi korban makin bertambah. Dalam suratnya yang pertama Petrus menguatkan orang-orang Krsiten untuk bertahan, percaya diri akan kemenangan dan kuasa Kristus yang akan diteguhkan (1 Petrus 5:8-11). Kata-katanya ini telah terbukti dengan pertumbuhan Gereja di tengah-tengah penekanan.


B.   Tahun 1415 Yohanes Hus Dibakar pada Tiang Pancang
"Kita akan memberinya kesulitan." "We'll cook his goose." Orang yang dimaksud kata-kata tersebut ialah Yohanes Hus, yang arti nama belakangnya adalah goose (angsa) dalam bahasanya, Ceko. Orang yang mengucapkan kata-kata di atas mengacu pada fakta bahwa Hus dibakar di tiang pancang. Namun ketika para penguasa negara dan gereja menghukum Hus, mereka sesungguhnya menyulut api nasionalisme dan reformasi Gereja.


Pada tahun 1401, Yohanes ditahbiskan menjadi imam. Sebagian besar karirnya dihabiskan dengan mengajar di Universitas Charles, di Praha dan berkhotbah di Kapel Betlehem yang berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari universitas itu.


Meskipun negara John Wycliffe letaknya jauh dari Bohemia, pengaruhnya telah tersebar di sana setelah Raja Richard II menikah dengan Anne, saudara perempuan raja Bohemia. Anne telah membuka jalan bagi orang Bohemia belajar di Inggris, dengan demikian tulisan-tulisan Wycliffe yang berbau reformasi telah menyusup ke Bohemia.


Pada dinding-dinding Kapel Betlehem terdapat lukisan-lukisan paus dan Kristus dengan perilaku yang berlawanan. Ketika paus berkuda, Kristus berjalan kaki tanpa alas, ketika Yesus membasuh kaki para murid-Nya, kaki paus diciumi. Hus tersinggung dengan keduniawian para agamawan seperti itu, dan ia pun berkhotbah dan mengajar melawan hal itu, sambil menekankan kesucian pribadi serta kemurnian hidup. Dengan menekankan peranan Alkitab dalam otoritas Gereja, ia mengangkat pengajaran yang bersifat alkitabiah ke kedudukan penting dalam pelayanan di gereja.
Ajaran Hus menjadi populer di kalangan umum dan beberapa dari kalangan aristokrat, termasuk sang ratu. Ketika pengaruhnya di universitas bertumbuh pada proporsi yang besar, popularitas tulisan Wycliffe pun bertambah.



Uskup Agung Praha menolak ajaran Hus. la memerintahkan Hus untuk berhenti berkhotbah dan meminta universitas membakar tulisan-tulisan Wycliffe. Ketika Hus menolak perintahnya, uskup agung tersebut menghukumnya. Paus Yohanes XXIII (salah seorang dari tiga orang paus dalam Skisma Besar) menempatkan Praha di bawah interdict – suatu tindakan yang secara efektif mengucilkan seluruh kota itu, karenanya tidak seorang pun yang dapat menerima sakramen gereja. Hus setuju meninggalkan Praha, untuk membantu kota itu, tetapi ia senantiasa menarik massa, seperti ketika ia berkhotbah di gereja dan mengadakan persekutuan-persekutuan di clam terbuka.
 Hus mengembangkan perlawanan terhadap kaum rohaniwan bukan saja dengan meninggalkan gaya hidup rohaniwan yang amoral dan mewah – termasuk paus – tetapi menegaskan bahwa hanya Kristus sajalah Kepala Gereja. Dalam bukunya On the Church (Tentang Gereja), ia membela otoritas kaum rohaniwan, namun menekankan bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Paus ataupun uskup, tambahnya, tidak dapat menciptakan doktrin yang berlawanan dengan Alkitab, tidak juga seorang Kristen sejati yang dapat patuh pada perintah rohaniwan, jika ternyata hal itu jelas-jelas salah.
Pada tahun 1414, Hus dipanggil ke Konsili Konstanz untuk mempertanggungjawabkan ajarannya. Kaisar Romawi yang saleh, Sigismund, menjanjikan keamanannya.



Konsili telah mengambil sikap bagi Hus. Setibanya di sana, Hus langsung ditangkap. Konsili mengutuk baik ajaran Wycliffe maupun Hus.
Ketika ia diserang, ia menolak menyangkal pernah menyatakan bahwa apabila seorang paus atau uskup berada dalam dosa, maka ia bukan lagi paus atau uskup. Secara lisan Hus telah menyertakan juga sang raja dalam daftar tersebut.
Sigismund memanggil Konsili itu untuk memperbaiki Skisma Besar, dan mereka telah melakukannya. Tetapi tentunya tidak ada konsili yang mernulihkan otoritas seorang paus akan membebaskan seorang pemberontak yang mempertanyakan hak tersebut.

Walau terkuras karena masa penjara yang panjang, penyakit dan kurang tidur, ia tetap menyatakan bahwa ia tidak bersalah dan menolak melepaskan "kesalahannya". Pada Konsili ia berseru, "Meskipun ditawarkan sebuah kapel penuh dengan emas, saya tidak akan mundur dari kebenaran."
Pada tanggal 6 Juli 1415, Gereja dengan resmi mengutuk Hus dan menyerahkannya kepada para otoritas sekuler untuk segera dihukum. Dalam perjalanan menuju tempat ia dieksekusi, Hus melewati halaman sebuah gereja. Di sana berkobar api unggun yang dibuat dari buku-bukunya. Sambil tertawa ia mengatakan kepada orang-orang di jalan agar tidak mempercayai kebohongan yang beredar tentang dia. Ketika ia tiba di tempat ia akan dibakar di atas tiang pancang, pejabat pemerintah yang bertugas menyarankan Hus menarik kembali pandangannya. "Allah adalah saksi saya," jawab gerejawan tersebut, "bukti yang mereka kemukakan salah. Saya tidak pernah mengajar atau berkhotbah kecuali dengan maksud memenangkan manusia, jika mungkin, dari dosa mereka. Hari ini saya akan mati dengan gembira."
Setelah ia meninggal, abu jasad Yohanes Hus ditaburkan di sebuah sungai. Kematiannya, yang dihadapinya dengan berani, meningkatkan rnartabatnya. Dipicu semangat kebangsaan dan keagamaan, para pengikutnya memberontak melawan Gereja Katolik dan kekaisaran yang didominasi oleh Jerman. Mereka menggulingkan keduanya secara efektif. Walaupun Paus mencoba segala upaya menindas gerakan ini, gerakan itu tetap bertahan sebagai gereja independen, yaitu Unitas Fratrum ("Persatuan Persaudaraan").
C.   Tahun 1963 Martin Luther King, Jr., Memimpin Pawai ke Washington
"Saya mempunyai impian ..."Orang yang memiliki impian itu akan menghabiskan seluruh hidupnya mengejar impiannya dan menyerahkan nyawanya bagi impian tersebut. Namanya ialah Martin Luther King, Jr., dan impiannya adalah bahwa "keempat anak saya yang masih kecil pada satu hari akan hidup di dalam suatu bangsa, di mana mereka tidak akan dinilai dari warna kulit mereka tetapi dari kandungan karakternya ... " Kata-kata tersebut mengguncang Amerika.

Pendeta muda ini dilahirkan dalam keluarga pendeta Baptis dan dididik di Morehouse College dan Crozer Theological Seminary. Dia meraih gelar Ph.D dari Boston University. Pada tahun 1954 ia menjadi pendeta Gereja Baptis Dexter Avenue di Montgomery, Alabama.

Satu tahun kemudian, seorang wanita berkulit hitam, Ny. Rosa Parks, mengambil sebuah langkah yang mengubah hidup King. Meskipun orang-orang kulit hitam diharuskan menumpang hanya di bagian belakang bus umum, ia duduk di depan – semua tempat duduk di belakang telah terisi, dan ia mengambil tempat duduk pertama di bagian depan. Ia ditangkap karena melanggar undang-undang pemisahan (segregation law).


Martin Luther King, Jr. mendukungnya dengan memimpin boikot pada sistem bus Montgomery. Sebenarnya orang-orang hitamlah penumpang terbanyak sistem bus tersebut, dan mereka diperlakukan dengan tidak adil. Maka orang-orang kulit hitam pun menolak naik bus selama diskriminasi masih berlanjut. Mereka merasa "lebih terhormat berjalan kaki daripada menumpang bus dengan kehinaan".


Boikot mereka berlangsung sampai satu tahun lamanya, namun akhirnya orang kulit hitam menang, dan dengan kemenangan itu Martin Luther King, Jr. terdorong untuk terlibat dalam perjuangan hak-hak sipil bagi orang-orang Amerika.

Terpengaruh dengan cara-cara tanpa kekerasannya Gandhi, King dan yang lain memprotes. "Kami akan mengimbangi kapasitas Anda yang menyebabkan kesengsaraan Perbuatlah kepada kami apa yang Anda inginkan dan kami akan terus-menerus mengasihi Anda," kata King merespons penyerang-penyerangnya. Mengikuti jejak Yesus, ia menyerukan, "Yesus menegaskan dari kayu salib sebuah hukum yang lebih tinggi. Ia tahu bahwa filsafat kuno – mata ganti mata – akan membuat semua orang buta. Ia tidak berupaya mengatasi kejahatan dengan kejahatan. Ia mengatasi kejahatan dengan kebaikan. Meskipun disalibkan karena kebencian, Ia menanggapinya dengan kasih yang agresif."

Dengan diorganisasikannya Southern Christian Leadership Conference (Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan) yang diketuainya, King berkampanye di kota-kota bagian selatan: Jackson, Selma, Meridian dan Birmingham. Namun, pengaruhnya meluas lebih jauh ketika ia memimpin serangan-serangan terhadap ketidakadilan sosial di kota-kota bagian utara.

Sekelompok pendeta Protestan kulit hitam terdekat, termasuk Jesse Jackson, mendukung King, dan orang-orang kulit putih, Katolik serta Yahudi tidak lama kemudian bergabung dalam barisannya. Metode-metode tanpa kekerasan menghadapi serangan selang, pentungan, anjing dan pemukulan. Meskipun banyak orang Kristen mendukungnya, beberapa lawan King yang paling vokal pun menyebut nama Kristus. Pada musim semi 1963, King ditangkap karena memimpin gerakan protes di Birmingham, Alabama. Para rohaniwan di Atlanta mengkritiknya karena meninggalkan gerejanya di Montgomery. "Apa haknya terlibat di tempat lain, di mana dia bukan warganya?" tanya mereka.

Dalam "Surat dari Penjara Birmingham", King memberikan tanggapan bahwa "ketidakadilan di mana pun mengancam keadilan". Bagi mereka yang ada di luar "panah pemisah yang menyengat" dan yang menasihati dia untuk menunggu, ia menjawab: "... Bila Anda disiksa pada siang hari dan dihantui pada malam hari karena Anda seorang Negro, senantiasa hidup dalam kecemasan, tanpa sepenuhnya mengetahui apa yang harus diharapkan berikutnya, dan jika digerogoti ketakutan di dalam hati dan amarah di luar; jika Anda senantiasa bergumul dengan perasaan yang terus memburuk bahwa Anda "bukan apa-apa" – barulah Anda akan mengerti mengapa kami tidak sabar menunggu."

Gerakan protes atas Washington pada tahun 1963 merupakan salah satu peristiwa pa-ling penting dalam sejarah perjuangan hak sipil karena pengaruhnya telah berjasa bagi lahirnya Undang-undang Hak Sipil pada tahun 1964 dan Undang-undang Hak Pilih pada tahun 1965. Pada gerakan protes tersebut, Martin Luther King Jr. menampilkan impiannya:
"Saya mempunyai impian bahwa keempat anak saya yang masih kecil pada satu hari akan hidup di dalam suatu bangsa, di mana mereka tidak akan dinilai dari warna kulit mereka tetapi dari kandungan karakternya ... Dengan iman ini kami dapat menetak sebuah batu harapan dari gunung keputusasaan. Dengan iman ini kami dapat mengubah suara-suara tidak barmonis di negeri kita menjadi simponi persaudaraan yang indah. Dengan keyakinan ini kita dapat bekerja sama, berdoa bersama dengan kesadaran bahwa kita akan bebas pada suatu hari kelak."

Pada tahun 1964, King menerima hadiah Nobel Perdamaian, suatu penghargaan yang mewujudkan sebagian impian itu.
King pergi ke Memphis, Tennessee, untuk mendukung pemogokan para pekerja pengangkut sampah pada tahun 1968. Pada tanggal 4 April, ketika ia sedang berdiri di lorong lantai dua di motelnya di Mulberry Street, bercakap-cakap dengan rekan-rekannya, ia ditembak seorang pembunuh. Peluru itu merenggut nyawanya, tetapi tidak mengakhiri impian yang sedang berlanjut.
Sebagai tanggapan atas keberanian dan kesaksian yang merupakan tekad rohaniwan ini, hari Senin ketiga bulan Januari ditetapkan sebagai Hari Martin Luther King. Dialah satu-satunya rohaniwan Amerika yang namanya dicantumkan pada kalender sebagai penghormatan.
D.   Tahun 529 Benedictus dari Nursia Mendirikan Ordo Biaranya
Setelah kekristenan diterima di bawah kekuasaan Konstantinus, maka sukarlah membedakan antara mereka yang sungguh-sungguh mengikut Kristus dengan mereka yang ikut-ikutan karena popularitasnya saja. Akibatnya, banyak orang Kristen yang sungguh-sungguh berusaha memisahkan diri dari massa tadi.
Biarawan seperti Antonius menjadi terkenal karena penyangkalan dirinya. Untuk mendapatkan kesucian, mereka tidak makan dan tidur, berdoa sambil berdiri berjam-jam lamanya dan juga berdiam di puncak-puncak pilar. Mereka yang telah jenuh berkompromi dengan Gereja yang penuh dosa merasa bahwa tindakan aneh ini seolah-olah membuktikan dedikasi para biarawan itu pada Allah.
Sekitar tahun 320, Pachomius memulai biara komunal (communal monasticism). Menyadari kecenderungan penyangkalan diri tidak dapat dikendalikan, dan mungkin juga akan berubah menjadi persaingan spiritual, Pachomius berupaya menertibkan gaya kehidupan asketis, yaitu dengan penyangkalan diri secara sederhana. Tokoh-tokoh lain seperti Basilius Agung (330-379) dan orang-orang Kristen Irlandia mendirikan komunitas biara juga.
Akan tetapi, Benedictus dari Nursia menjadi kekuatan yang sesungguhnya di balik biara Eropa. la dilahirkan di sebuah keluarga Italia kelas atas, dan sebagai orang muda, ia pergi ke Roma untuk belajar. Namun Roma, yang telah mempunyai reputasi sebagai salah satu kota yang amat Kristiani di atas bumi, memberi kesan padanya sebagai kota yang tidak bermoral dan sembrono. Karena jemu, Benedictus pun meninggalkan tempat itu dan menjadi seorang biarawan.


la meraih reputasi di bidang spiritulitas, dan banyak keluarga membawa putra-putra mereka kepadanya untuk dilatih dalam kehidupan Kristiani. Dengan agak terpaksa, biarawan tersebut setuju menjadi kepala biara bagi kelompok biarawan tersebut. Ketika ia menerapkan disiplin ketat, maka minat mereka pada Benedictus pun pudar – seorang biarawan bahkan bertekad meracuninya. Takut akan bahaya atas dirinya, Benedictus bersembunyi di sebuah gua dan kemudian meninggalkan daerah itu. Namun pengalamannya itu memberinya pelajaran penting: Disiplin itu baik, tetapi perlu dipertimbangkan juga kelemahan manusia.
Sekitar tahun 529, Benedictus pindah ke Monte Cassino. Di sana ia menghancurkan sebuah kuil kafir yang masih dipakai, dan mendirikan sebuah biara.
Jika Benedictus hanya memberikan Gereja sebuah biara, maka ia tidak akan dikenang sebaik ini. Berbagai peraturan yang ia tetapkan jauh lebih penting daripada gedung-gedung tersebut. Benedictus berpandangan bahwa biara harus memenuhi segala yang dibutuhkan komunitas swasembada, yang memiliki ladang dan bengkel kerja sendiri. Ia ingin mewujudkan "benteng spiritual", untuk memastikan agar para biarawan tidak pergi ke mana-mana untuk mencari kebutuhan hidupnya. Dalam komunitas biara, para biarawan menenun bahan pakaiannya sendiri, menanam bahan makanannya sendiri dan membuat perabotannya sendiri. Berkeliaran di luar tembok biara dipandang sebagai bahaya spiritual yang amat besar.
Seperti yang pernah dilihat Benedictus, ada biarawan yang berkomitmen rendah. Maka ia menentukan pemagangan selama satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut para calon biarawan dapat memutuskan bahwa inilah yang sungguh-sungguh ia inginkan. Hanya setelah masa percobaan satu tahun itu ia boleh mengucapkan tiga sumpah yang akan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Dengan sumpah (kaul) kemiskinan ia harus melepaskan seluruh harta miliknya pada komunitas, dengan sumpah kesucian ia menanggalkan semua hubungan seksualnya, dengan sumpah kesetiaan ia berjanji untuk selalu patuh pada para pemimpin biara.
Doa memegang peranan besar dalam kehidupan biara. Peraturan Benediktin mengharuskan tujuh kebaktian dalam satu hari, termasuk vigil service (kebaktian tengah malam), kira-kira pukul 02.00 pagi, yang dianggap sangat penting. Setiap kebaktian berlangsung selama dua puluh menit dan umumnya terdiri dari Mazmur.
Di samping kebaktian umum, para biarawan mengambil bagian juga dalam doa pribadi – membaca Alkitab, bermeditasi dan berdoa. Meskipun banyak orang menyalahkan komunitas biara sebagai pelarian dari dunia, namun mereka (biarawan) berdoa bagi mereka yang di luar tembok biara.
"Bermalas-malasan adalah musuh bagi jiwa," seru peraturan itu. Jadi setiap biarawan harus bekerja, termasuk pekerjaan di dapur. Meskipun bekerja, berdoa dan mengadakan kebaktian tampaknya berat, itu adalah upaya mewujudkan kehidupan teratur tanpa menjadi terlalu ekstrem.
Benedictus juga mencoba menerapkan hidup suci ini pada orang-orang biasa. Dalam peraturannya, ia menyebut, "Jika kita tampak agak keras, jangan menjadi takut dan lari. Jalan masuk menuju keselamatan haruslah sempit. Tetapi selagi Anda maju sepanjang jalan iman, hati berkembang dan berpacu dengan cinta kasih manis di sepanjang jalan titah Allah."

Pada zaman yang rawan dan tak menentu, biara Benediktin menyediakan kepekaan religius dalam suatu tempat berteduh. Meskipun Eropa Barat telah menjadi Kristen secara nominal, namun banyak di antara warganya yang berperilaku seperti orang kafir. Benedictus menjanjikan suatu kehidupan tenang, bertujuan dan agung, yang tidak terdapat di luar biara. Banyak yang mungkin tidak simpatik dengan pengasingan diri seperti ini, tetapi dapat dimengerti mengapa ada yang mencari ketenangan di tengah-tengah dunia yang rawan ini.


Benedictus telah memberi gaya hidup biara suatu tempat abadi di Eropa Barat - untuk kebaikan atau keburukan. Peraturannya telah menuntun komunitas biara berabad-abad lamanya, dan sampai sekarang pun masih efektif.

E.   Tahun 563 Columba Berangkat sebagai Misionaris ke Skotlandia
Seorang Irlandia mengabarkan lnjil ke Skotlandia. Namanya Columba, yang artinya "merpati" dan ia berasal dari keluarga Kristen. Ia dilahirkan pada tahun 521, di utara Irlandia yang sekarang disebut County Donegal. Setelah belajar di sekolah biara, dia menjadi terkenal akan ilmu dan kesalehannya. Ia juga membantu mendirikan beberapa biara di Irlandia.
Lebih dari sekali, seperti dikatakan, Columba telah bertikai dengan kepala sukunya yang bernama Diamait. Meskipun ia orang Kristen, Columba adalah orang yang cepat marah. Itu yang membuatnya selalu dalam kesulitan. Suatu kali, tampaknya ia menjadi penyebab pertempuran yang menewaskan 3.000 orang. la tidak bermaksud menjadi penyebab terjadinya petaka ini, namun bagi keselamatan dirinya sendiri dan untuk menjalani penyesalan atas kesalahannya, ia meninggalkan Irlandia dengan tujuan memenangkan jiwa-jiwa dengan jumlah yang sama seperti orang-orang yang telah mati. Ada sumber-sumber yang mengatakan bahwa ia juga menyetujui untuk tidak kembali lagi ke kampung halamannya.
Dengan dua belas orang pendampingnya, pada tahun 563, Columba dengan berani berlayar dengan sebuah currach, perahu yang terbuat dari kulit, yang lazim dipakai di Irlandia. Mereka berlayar menuju Iona, sebuah pulau di barat Skotlandia. Ketika tiba di sana, mereka mendirikan tempat tinggal sederhana dan sebuah gereja dari papan yang dipergunakan sebagai basis bagi upaya penginjilan mereka kepada orang Pict, salah satu suku Skotlandia yang berdekatan.

Columba mendatangi Brude, pemimpin di Inverness, tetapi Brude menolak terlibat dengan misionaris. Menurut cerita, ia mengunci pintu gerbangnya untuk mereka. Ketika Columba membuat tanda salib dan pintu gerbang terbuka, pemimpin itu terkejut serta sudi mendengarkan berita dari misionaris tersebut.
Mereka mengalami pertentangan dari para imam kafir kaum Druid. Tetapi dalam waktu singkat, orang-orang Kristen tersebut telah menginjili seluruh Skotlandia dan Inggris bagian utara. Columba melanjutkan perjalanannya, namun ia juga menjadi Kepala Biara yang besar di Iona. Setelah ia meninggal, para kepala biara di sana tetap mempertahankan kuasanya dan mereka menjadi pejabat gerejawi tertinggi di Skotlandia.
Para penginjil menyebar dari Iona, mendirikan biara-biara baru di Eropa, dan selalu berpaling ke Iona untuk nasihatnya. Akibatnya, Iona menjadi terkenal akan ilmu, kesalehan dan penginjilannya. Kaum Viking berulang kali merampok komunitas tersebut, namun mereka meneruskan misinya. Empat puluh enam raja Skotlandia telah dimakamkan di sana bersama-sama seorang kepala biara yang pertama, meskipun makam Columba terusik oleh penyerangan Viking beberapa kali.
Seperti biara-biara lainnya pada masa Reformasi, Iona juga tercabik-cabik. Pada tahun 1900, seorang pangeran Skotlandia memberikan tanah kepada Gereja Skotlandia. Tiga puluh delapan tahun kemudian, sebuah komunitas biara dan orang awam telah terbentuk di pulau tersebut, dan kini komunitas tersebut menerima bantuan dari ribuan orang yang bukan anggota tetap dari seluruh dunia.
Sebagai seorang cendekiawan sejati, Columba menyalin dan menulis buku-bukunya sendiri. Dengan memelihara pentingnya pengetahuan, ia mempengaruhi para biarawan Zaman Kegelapan yang senantiasa menyalin manuskrip sebagai karya sastra yang pada umumnya menurun di Eropa.

Banyak ahli sejarah telah memperhatikan pengaruh kekristenan yang besar terhadap Skotlandia. Sebagai pekabar Injil yang pertama di Skotlandia, Columba boleh dikatakan sebagai salah seorang saksi munculnya begitu banyak guru-guru agama, misionaris dan penulis dari sebuah daerah kecil.
F.   Tahun 732 Pertempuran Tours
Jika bukan karena Charles Martel, kita semua mungkin, sekarang, berbicara dalam bahasa Arab dan berlutut menghadap Mekah lima kali sehari. Di Tours, Charles Martel dengan pasukan orang-orang Frank memukul balik pasukan-pasukan muslim yang ganas, yang telah menyapu Afrika Utara dan sedang menuju Eropa. Pertempuran di Tours itulah yang menyelamatkan peradaban Barat.
Perkembangan Islam yang pesat adalah gerakan luar biasa dalam sejarah. Pada tahun 622, para pengikut Muhammad hanyalah sekelompok visioner teraniaya yang berkumpul di Mekah. Seratus tahun kemudian mereka tidak hanya menguasai Arab, tetapi juga Afrika Utara, Palestina, Persia (Iran), Spanyol dan sebagian India. Mereka sedang mengancam Perancis dan Konstantinopel.
Bagaimana mereka melakukan itu? Pertobatan, diplomasi dan pasukan-pasukan tempur yang berdedikasi. Juga boleh dikatakan bahwa kejatuhan Kekaisaran Romawi meninggalkan wilayah yang siap untuk penanaman agama baru ini.
            Agama Muhammad berkembang di Mekah, salah satu dari dua kota besar di Arab. Agama ini bersifat monoteistis, legalistis dan agak sederhana. Muhammad menegaskan bahwa ia telah menerima sistem tersebut dari Allah, dan ia berkata bahwa ia adalah rasul yang ditunjuk Allah. Warga Mekah menolak ajaran-ajaran baru Muhammad dan mereka mempersulit kehidupan para pengikutnya. Maka pada tahun 622, rasul tersebut dengan rombongannya melarikan diri ke Madinah (kota terbesar lain di Arab). Pelarian ini (hijriah) mengawali kalender Muslim dan sekaligus merupakan awal ekspansi yang luar biasa.
Arab pada saat itu menjadi tempat berkumpulnya pengembara beraneka suku yang berperang satu sama lain. Islam membawa persatuan – bukan saja dalam agama, tetapi juga hukum, ekonomi dan politik. Ketika Muhammad wafat pada tahun 632, timbullah pertikaian di antara pengikutnya tentang siapa yang akan menjadi penerusnya. Namun agama tersehut tetap berkembang.

Menjelang tahun 636, orang-orang Muslim telah menguasai Suriah dan Palestina. Mereka menguasai Alexandria pada tahun 642 dan Mesopotamia pada tahun 646. Kartago jatuh pada tahun 697, ketika pasukan Muslim menyapu Afrika Utara, memenangkan daerah-daerah yang sampai hari ini masih berada di tangan Muslim. Pada tahun 711, mereka melintasi terusan Gibraltar dan masuk ke Spanyol. Mereka segera mengokohkan penguasaan atas Semenanjung Iberia dan akhirnya bergerak lebih jauh dari Pyrenees. Pada saat yang sama, orang-orang Muslim telah memasuki daerah Punjab di India dan hampir memasuki Konstantinopel.

Konstantinopel adalah ibu kota kekaisaran Byzantin, kehanggaan satu-satunya yang tertinggal dari Kekaisaran Romawi. Berabad-abad sebelumnya, Kekaisaran Romawi terbagi atas Timur dan Barat, dan kekaisaran Barat jatuh ke tangan suku-suku Jerman seperti Vandal, Ostrogoth dan Frank. Satu-satunya kuasa yang dipegang Roma adalah Gereja, tetapi kuasa ini masih sedang bertumbuh. Melalui para misionaris seperti Augustinus di Inggris dan Bonifatius di Jerman, Roma mendapat kesetiaan spiritual dari daerah-daerah pendudukannya dahulu.
Ancaman Islam ialah menggabungkan kekuatan agama dan politik. Namun agama Islam bukan saja menumbangkan kekuasaan politik, ia juga menobatkan warga jajahan dengan menawarkan (atau memaksakan) sistem agama baru.
            Charles Martel adalah penguasa dari kalangan kaum Frank, salah satu suku Jerman yang menguasai kekaisaran Barat. Kaum Frank ini pernah menyerang Perancis pada tahun 355, dan secara resmi telah bertobat ke dalam kekristenan Roma di bawah pemerintahan Clovis I (481-511). Seperti para penguasa Frank sebelumnya, Charles pun menggunakan Gereja untuk kepentingannya sendiri. Ia merasa senang mendukung misionaris Roma di antara suku-suku Jerman lainnya – ini akan menambah kekuasaan kaum Frank di Jerman. Namun, ia segera menyelewengkan Gereja kaum Frank bagi keuntungan pribadinya. Meskipun ia menyelamatkan gereja Roma dari kehancuran di Tours, sebenarnya ia berperang untuk melindungi daerah Frank.
Jenderal pasukan Muslim Abd-er-Rahman yang memimpin pasukannya ke Utara, masuk tepat di daerah Frank. Charles Martel (Martel artinya "Palu") berhadapan dengannya di antara Tours dan Poitiers serta memukulnya mundur. Dalam suatu rangkaian pertempuran sengit, kaum Frank memukul mundur pasukan Muslim ke Spanyol, mengakhiri perkembangan Muslim di Eropa.

Tentunya, pertahanan di Konstantinopel pada tahun 718 juga sama pentingnya dalam memukul penaklukan kaum Muslim. Tetapi bagi mereka yang menelusuri warisan Eropa Barat, pertempuran Tours adalah yang menentukan. Seandainya Muslim yang menang, mereka mungkin mundur di kemudian hari; mungkin mereka menyebar dan menipis. Namun seperti pesatnya mereka berkembang, begitu juga mereka menduduki daerah-daerah yang telah dimenangkan dengan kokoh. Dua belas setengah abad kemudian mereka masih merupakan kekuatan yang disegani, dan daerah-daerah pendudukan mereka masih menolak kesaksian Kristen.
.          G. Tahun 590 Gregorius I menjadi Paus
Meskipun sudah tidak lagi menjadi ibu kota kekaisaran, Roma masih mempunyai kehormatan. Wajar, karena kota tua itu pernah mempunyai hubungan dengan Rasul Petrus dan Paulus.
Bertahun-tahun lamanya, para Uskup Roma berupaya meningkatkan kekuasaannya. Perlahan-lahan upayanya telah mencapai kedudukan yang lumayan melebihi keuskupan lainnya, dan uskup Roma pun menjadi Paus.
Namun orang yang sangat berjasa dalam mendukung wibawa dan kekuasaan kepausan tidak melakukannya demi keuntungan politik. Seorang biarawan sederhana yang tidak berambisi memperoleh kedudukan tinggi, naik takhta kepausan, sesuatu yang berlawanan dengan kemauannya.

Gregorius dilahirkan pada tahun 540 dalam sebuah keluarga bangsawan Romawi yang telah mengukir sejarah dalam kedudukan politik. Ia diangkat menjadi prefect (pejabat gereja) di Roma  jabatan sipil tertinggi. Namun ia mengundurkan diri karena tidak ingin terpisah dari kehidupan rakyat biasa, dengan membagi-bagi hartanya untuk mendirikan biara-biara dan ia sendiri menjadi penghuni salah satunya. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi kepala biara.
Kesalehannya -- dan tentunya latar belakangnya sebagai seorang administrator terampil – telah menarik perhatian. Pada tahun 590, ketika Paus wafat, orang-orang Romawi dengan suara bulat meminta Gregorius menjadi penerusnya. Meskipun Gregorius menolak, keinginan masyarakat memaksanya.


Sebagai seorang mantan negarawan, paus baru ini menerapkan kekuasaan pemerintahannya pada jabatan barunya. Ketika orang-orang Lombardus mengancam Roma, Gregorius meminta bantuan kaisar Konstantinopel. Melihat bantuan tersebut tak kunjung datang, uskup Roma ini pun mulai mengumpulkan pasukan, mengadakan berbagai perjanjian, dan melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan perdamaian. Tindakan Gregorius yang independen itu telah membuktikan pada exarch (wakil kaisar yang ditempatkan di Ravenna) bahwa Gregorius sanggup memelihara ketenteraman di Roma. Tindakan politis ini akan menjadi beberapa langkah awal dalam memisahkan orang-orang Kristen di kekaisaran Timur dan Barat.
Akan tetapi, Gregorius tidak mempunyai ambisi politik. Minatnya adalah di bidang spiritual. Ia amat berminat dengan kepedulian pastoral, ia menekankan bahwa kaum biarawan harus memandang diri mereka sebagai gembala dan hamba kawanan domba. Ia menyebut diri nya "pelayan para pelayan Allah", dan Peraturan Pastoralnya, yang merupakan studi mendalam akan upaya spiritual manusia dan bagaimana biara harus menanganinya, menjadi buku pegangan bagi biarawan pada Abad Pertengahan.
Dialogues karya Gregorius adalah upaya utama tentang hagiography, "tulisan tentang para santo", yang menekankan kisah fantastik dan ajaib, yang akan memberi kesan bahwa para santo adalah pahlawan sejati. Pada masa kepausannya, penghormatan kepada anggota badan, busana, dan sebagainya milik para santo, dianjurkan. Hal itu merupakan ciri utama kesucian Abad Pertengahan. Berabad-abad lamanya, tiada gereja yang dapat didirikan tanpa relikwi seorang santo ditempatkan di sana.
Meskipun Gregorius tidak mengakui dirinya sebagai seorang teolog, namun beberapa pandangannya telah menjadi pokok dalam teologi Katolik. la percaya akan tempat penyucian jiwa sebelum memasuki surga dan mengajarkan bahwa misa yang diadakan untuk orang yang telah meninggal dunia akan meringankan penderitaannya di sana. Sebagai tambahan, ia juga rnembantu mempopulerkan ajaran-ajaran Dionysius dari Areopagite, yang telah menulis tentang kategori para malaikat yang berbeda. Setelah Gregorius mempopulerkannya, ide-ide tersebut mendapat pengakuan yang luas.
Meskipun bukan dia yang memulai Kidung Gregorian, Gregorius tertarik dengan musik gereja, dan adanya kidung-kidung sederhana karena pengaruhnya.
Gregorius memberi kuasa bagi misi pekabaran Injil di Kent di bawah pimpinan Augustinus, misionaris yang kemudian menjadi uskup agung pertama di Canterbury. Meskipun kekristenan telah sampai ke Inggris, dengan misi yang dikirim di bawah pimpinan Augustinus, Gregorius memperluas kuasa Roma atas kepulauan itu. Misi Kristen yang berpaling pada Roma untuk kepemimpinannya sedang terwujud dengan pasti.
Uskup Konstantinopel mengklaim gelar Patriarkh Oikumenis ("global atau universal"). Gregorius bukan saja menolak gelar itu untuk uskup, tetapi juga menolak untuk dirinya sendiri. Namun, semua yang dilakukannya menunjukkan bahwa Gregorius melihat dirinya sendiri sebagai imam utama bagi Gereja di seluruh dunia.
Dalam kurun waktu empat belas tahun ia telah melakukan begitu banyak karya, sehingga generasi selanjutnya menyebutnya Gregorius Agung. Mungkin dia menjadi agung karena ia adalah orang sederhana.

H.   Tahun 664 Sinode Whitby
Ada dua kekristenan di Inggris. Yang satu adalah Celtic, yang berpegang keras pada tradisi kebiaraan, merenungkan sesuatu hal dengan cermat dan berjiwa misi. Yang lainnya adalah Roma, yang terorganisasi dengan baik, dan terikat erat dengan dunia kekristenan lainnya.

Misi Columba ke Iona telah menghasilkan komunitas orang-orang Kristen gaya Celtic, yang dengan agresif mengadakan penginjilan kepada orang-orang Anglo-Saxon. Sebelum Columba meninggal, Paus Gregorius mengirim Augustinus dan lebih dari tiga puluh biarawan ke Inggris untuk mengabarkan Injil dan membawa kembali gereja Celtic ke dalam pangkuan gereja Roma. Kesuksesan moderat Augustinus terpusat pada Kent dan Essex. Pada tahun 627, Paulinus dari York mengokohkan gereja Roma di Northumbria, namun usahanya tercerai-berai ketika seorang raja kafir memegang tampuk kekuasaan. Ketika gereja tersebut dibangun kembali di sana, gereja tersebut bersifat Celtic.
Namun pada tahun 600-an, terjadilah penyerbukan silang secara besar-besaran di sana. Kedua tradisi tersebut tampaknya tidak jauh berbeda. Perbedaan mencolok antara keduanya adalah tanggal perayaan Paskah. Meskipun Cara mencukur kepala para biarawan mereka berbeda, dan terdapat perbedaan dalam upacara kecil, sebagian besar adalah soal kekuasaan. Apakah Paus akan berkuasa atas gereja Inggris dengan menunjuk para uskup untuk memimpin jemaatnya? Tradisi Celtic telah memberi kekuasaan yang besar kepada kepala biara, yang agak mandiri dalam berkarya.


Karena kemandirian mereka, biara-biara Celtic acap kali cenderung menyeleweng. Dalam sistem feodal Abad Pertengahan, sangatlah menguntungkan mendirikan biara-biara palsu guna mengelakkan kepatuhan berlebihan kepada para tuan tanah keduniawian. Biara-biara semacam itu hidup dalam kebebasan ekonomis tetapi kekurangan motivasi spiritual. Meskipun gereja Celtic terkenal akan pengabdian spiritualnya, berbagai penyelewengan semacam ini mungkin menyebabkan sebagian orang-orang percaya berpaling ke kebijakan Roma yang lebih ketat.

Masalah ini mencapai puncak oleh Oswy, raja Norhthumbria yang baru, pada tahun 664. Ia mengikuti tradisi Celtic, tetapi istrinya mengikuti tradisi Roma. Jadi, dia merayakan Paskah ketika sang ratu masih menjalankan puasa Prapaskah, dan hal itu seharusnya tidak boleh terjadi. la mengadakan pertemuan di Whitby, tempat kepala biarawati yang tersohor, Hilda, menjalankan biara tersebut. Di sana, sang raja mendengarkan argumentasi Cedd dan Colman, di pihak Celtic, dan dari Wilfrid dan James sang Diaken, di pihak Roma. Mereka semua adalah gerejawan sejati. Cedd, seorang kepala biara, telah mendirikan banyak biara. Colman dan Wilfrid adalah uskup. Wilfrid pernah juga melayani sebagai seorang misionaris di Friesland. James juga pernah meneruskan karya Paulinus di Northumbria pada masa-masa sulit.
Mereka berargumentasi tentang Paskah. Para pemimpin Celtic menyitir dari Columba. Para pemimpin Roma berpatokan pada Santo Petrus. Dengan senyum, sang raja menyerukan bahwa ia akan mengikuti Petrus, karena ia adalah pemegang kunci surga. Maka cara Romalah yang diberlakukan.

Beberapa sejarawan mengaku bahwa keputusan itu terbukti bijaksana. Gereja Inggris telah mendapatkan yang terbaik dari kedua dunia. Semangat Celtic masih berkobar, tetapi semangat ini membutuhkan organisasi Roma untuk memfokuskannya. Yang lain menyesalkan hilangnya kesempatan bagi suatu tradisi Kristiani yang besar dan vital terpisah.
Segera setelah kebangkitan Whitby ini, keadaan menjadi suram. Bersamaan dengan kematian uskup agung Canterbury, wabah penyakit pes pun merebak di Inggris. Selama kurun waktu lima tahun, gereja bergumul tanpa pemimpin. Kemudian Theodore dari Tarsus tiba untuk menduduki posisi itu. Dengan bijaksana ia mendorong kepemimpinan Gereja dengan menunjuk para uskup serta imam, baik dalam tradisi Celtic maupun Roma.
Abad berikutnya merupakan zaman emas bagi seni lukis dan keilmuan di Inggris karena gaya-gaya Celtic dan Roma saling mengisi. Sebagian besar karya ini telah dimusnahkan sewaktu penyerbuan Viking, namun sejumlah salib dari batu masih tertinggal, diukir dengan gaya Roma dan Celtic, sebagai simbol kesaling-tergantungan kedua tradisi ini.
I.   Tahun 1095 Paus Urbanus II Melancarkan Perang Salib Pertama
Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen secara formal setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah. Pertikaian selalu bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita.
Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya.
Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriarkh Konstantinopel, serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus.

Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan khotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." la berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu."
"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para kesatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.
Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang Kristen tampaknya seperti tindakan melayani Allah.
Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Alquran, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di purgatory.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timor dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel.
Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda".
Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat.
Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit (Knights Hospitalers). Meski pun pada awalnya dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dalam pendiriannya sendiri.
Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara efektif. Pada tahun 1291, pasukan Muslim menduduki kola Acre, yang secara efektif mengakhiri Perang Salib.
Dalam banyak hal, Perang Salib telah meninggalkan warisan negatif. Hubungan yang rusak antara gereja-gereja Timur dan Barat, dan kekejaman para tentara Perang Salib hanya membuat musuh-musuh mereka lebih fanatik. Ditambah lagi, semua pelajaran yang diterima selama peperangan, telah menjadi bagian dari strategi mereka untuk diterapkan dalam pertempuran melawan orang-orang Kristen lain. Tanggapan yang ditujukan pada panggilan Urbanus, meningkatkan kuasa kepausan. Ia berhasil mengumpulkan sejumlah besar prajurit yang bersedia mati demi imannya, perbuatan yang tidak dapat diremehkan oleh pangeran mana pun.